Showing posts with label vacation. Show all posts
Showing posts with label vacation. Show all posts

Tuesday, August 21, 2012

VACATION



awalnya mau pake countdown timer ini, tapi ga tau ngopi kodenya dari mana :( 

H-20, terhitung sejak dipostingkannya post ini :)

Petualangan selama 10 hari, dengan rute Jakarta - Kuala Lumpur - Phuket - Bangkok - Kuala Lumpur - Jakarta. First of all, thanks to AirAsia yang memperkenankan kami berlima melaksanakan petualangan yang telah direncanakan sedari awal tahun 2012. Gimana gak? Empat kali terbang, pake insiden salah beli tiket pula (huks..), kami dapat dengan total biaya Rp. 1.100.000,00 (terbilang: satu juta seratus ribu rupiah). Cukup murah bukan? Skip aja kisah salah beli itu, haha kepanjangan nanti.

Dimulai dari niat jalan-jalan geng keluar negeri; kemudian beli tiket promo AA; browsing info-info di kaskus, tripadvisor, google, dkk; beli bukunya Mbak Claudia Kaunang (Rp 2 JUTA Keliling Thailand, Malaysia, dan Singapura); bikin itinerary sementara yang keep update; merencanakan keuangan; bandingin harga sana sini; booking hotel via website maupun e-mail si hotel, ataupun booking via website-website pendukung macam agoda, booking.com, dkk; kumpul-kumpul cantik yang masih direncanakan tanggal mainnya sampai hari ini; dlsb. Bahkan sampe download aplikasi belajar bahasa Thai di HP dan gue download film The Beach-nya Leonardo Dicaprio karena penasaran aja banyak disebut-sebut dalam kegiatan browsing-browsing tentang Phuket :)

Berikut itinerary kasaran.
Selasa, 11 September 2012
11.30 : BERANGKAAAATTT!
14.30 : sampai LCCT
16.00 : KL Sentral (by AEROBUS pp MYR 14)
16.30 : Twin Tower (by LRT to KLCC MYR 1.6)
17.30 : Little India, China Town/Petaling Street (by LRT to Pasar Seni MYR 1.6)
20.30 : back to KL Sentral (jalan / LRT MYR 1.00)
20.45 : otw back to LCCT
21.45 : sampai di LCCT, mandi, istirahat

Rabu, 12 September 2012
07.25 : menuju Phuket
07.50 : sampai di Suratthani
08:45 : naik airport bus THB 85
09:45 : nyampe di Phuket Town Terminal, cari tiket ke Bangkok! (THB 475)
--:-- : Lub Sbuy Guest House (THB 250)
--:-- : walking tour Phuket Town! Otop Chasew - Robinson Dept. Store - Tilok Uthit 1 Road, depan Ocean Plaza (souvenir) - Surin Circle - Prompthep Clock Tower - On On Hotel - Suriyadate Fountain - Soi Romanee - Baan Chinpracha

Kamis, 13 September 2012
--:-- : sarapan
--:-- : check-out
--:-- : naik bus ke Patong Beach (THB 25)
--:-- : check-in penginapan di Patong
--:-- : cari paket tour Phiphi dll
--:-- : sewa mobil half-day (Karon view point, Big Buddha view point, Chalong Temple, Lunch!, Phuket Town view point (Rang Hill), Kata view point, Beach beach beach, sea gypsy village at Rawai beach and Nai Harn beach, Sunset at Phromtep Cape, Dinner)*
--:-- : Back to Hotel

Jumat, 14 September 2012
--:-- : TOUR Phiphi dll!
--:-- : .....

Sabtu, 15 September 2012
--:-- : keliling Patong, santai2 di pantai
Malem: OTW Bangkok!

Minggu, 16 September 2012
Pagi : sampai Bangkok!
--:-- : menuju Sukhumvit
--:-- : taro barang2 & check-in di CheQinn
--:-- : ke Chatuchak Market
Siang : jalan sekitar Chatuchak, sekalian cari makan siang
--:-- : MBK-SIAM-Platinum-BACC-Madame Tussauds (late night saver)

Senin, 17 September 2012
Pagi : Grand Palace dan Temple of the Emerald Buddha, Wat Pho, National Museum
Siang : Wat Arun, segala Wat, Chinatown
Sore : jalan2 sekitar Chao Phraya
Malam: jalan2 di Khaosan

Selasa, 18 September 2012
.....

Rabu, 19 September 2012
07.10 : flight from BKK to KL
10.15 : sampai di KL
--:-- : keliling KL by Hop On Hop Off Bus (MYR 17 pake KTM)
19.00 : back to Jakartaaa

Well, soal tema perjalanan kali ini, mungkin lebih ke flashpacker daripada backpacker, mengingat pesertanya yang awewe semua berlima, belum pernah ke tempat-tempat tujuan ini pula. Dengan modal nekat dan pengetahuan dari buku plus internet, kami beranikan diri jalan-jalan tanpa ikut tour (kecuali tour ke pulau-pulau di Phuket-nya sih). Tujuannya untuk menekan pengeluaran, macam prinsip ekonomi: dengan pengeluaran seminimal mungkin, mendapatkan yang semaksimal mungkin. Ya, semacam itu lah bunyinya....

Ini nih buku yang bisa dibilang jadi motivasi kami jalan-jalan kali ini :D

Terus kenapa gue buat post ini? Gak tau kenapa, excited aja, hahaha.

Akhir kata, see you in September Malaysia - (yang katanya) Truly Asia, Phuket - Pearl of the South, and Bangkok - City of Angels!

Friday, June 29, 2012

Chatuchak, Bangkok, Thailand


Chatuchak Weekend Market
Mau melihat model pengaturan PKL yang apik dan bisa untuk cuci mata? Datang saja ke Chatuchak Week End Market di Bangkok. Lokasinya berada pada lot (kawasan) yang luas di dekat stasiun bus dan perhentian BTS (sky-train) Mo-Chit.
Perhentian yang disebut terakhir itu menghubungkan jaringan BTS ke pusat kota seperti National Stadium atau Silom, berdekatan dengan kantor Land Transportation Department (serupa DLLAJR) Bangkok di kawasan Thanon Champhaeng Pet. Kalau naik taksi atau tuk tuk, itu lebih praktis karena kita akan diantar hingga ke depan gerbang pasar Chatuchak.
Pasar tersebut memang dirancang khusus untuk mewadahi para PKL dalam memperoleh sarana untuk menjual barang dagangannya. Di sana dijual beragam komoditas seperti ikan segar, ikan kering hingga barang pecah belah dan elektronik. Tapi yang paling banyak adalah barang fesyen (pakaian, sepatu, aksesoris) dan makanan.
Sebagai pasar akhir pekan, pada hari kerja lokasinya berubah menjadi lahan kosong yang dimanfaatkan untuk area parkir. Jadi memang benar-benar pasar untuk menampung PKL pada Sabtu pagi hingga Minggu malam dengan tendanya yang siap dibongkar pasang alias tidak permanen dan diangkut pulang (tidak boleh dititipkan di suatu tempat di kawasan pasar). PKL-nya sangat tertib dan sadar lingkungan.
Saya membayangkan seandainya pasar akhir pekan di kawasan Simpanglima Semarang ditata ulang dengan mencontoh konsepsi Chatuchak. Dalam hal ini, peran dan komitmen pemerintah dan para stakeholder sangat dinantikan para PKL dan masyarakat.
Kembali ke Thailand, komitmen pemerintah (baca: kerajaan) di sana terhadap kelangsungan hidup rakyatnya seperti petani, nelayan, perajin dan PKL sangat tinggi. Walhasil, semangat untuk mempromosikan produk lokal sangat aktif.
 
Kabarnya, dominasi produk lokal di pasar Thailand rata-rata mencapai 90% berasal dari dagangan PKL. Apalagi pemerintah Thailand mencanangkan konsepsi ”one village one product” (satu desa mempunyai satu produk unggulan) sejak 2004 yang gencar dipromosikan di media masa termasuk ke CNN.
Kebijakan tersebut mendorong kemunculan keanekaragaman produk pertanian dan perikanan unggulan serta pengayaan produk kerajinan yang inovatif. Dengan demikian terjadilah gerakan peningkatan produktivitas secara bersama-sama pada hampir semua desa dan ini membawa dampak pada peningkatan pendapatan perseorangan masyarakat dan pendapatan daerah. Kebijakan seperti itu sudah ditiru di beberapa tempat di Indonesia dan perlu ditangani secara serius supaya kita dapat mengejar ketinggalan Thailand sebagai ”teman sepermainan” Indonesia pada era 1980-an.
Tak termungkiri, Thailand memiliki banyak sekali makanan tradisional yang khas dan eksotis. Banyak makanan yang diracik dengan dekorasi menarik. Bila kita menyusuri trotoar di sepanjang jalan di Thailand, maka di kiri kanan kita pastilah banyak gerai penjaja makanan, minuman, dan buah-buahan segar.
Kebanyakan bebuahannya segar, dikupas, dan dikemas dengan bentuk yang menarik. PKL makanan memasak menu dengan rempah khas yang maknyus seperti som tam, tom yam, dan banyak lagi lainnya. Itu semua dilengkapi dengan lalapan aneka daun yang segar. Wah, tak terasa kita harus mendegut air liur karena ingin cepat-cepat mencicipinya. Belum lagi jajanan pasarnya yang mungil-mungil dan cantik dengan warna-warna menarik. Betul-betul surga makanan.
 
Selain itu, pakaian dan aksesoris yang dijual di tepi jalan juga sangat fashionable alias bergaya butik, terutama untuk pakaian wanita. Bagaimana dengan busana untuk laki-laki? Sepertinya produk-produk yang banyak diperjualbelikan para PKL di sepanjang jalan, juga di mal di kota-kota besar di Thailand lebih banyak memanjakan kaum wanita.
Bagaimana dengan penampilan para PKL di sana? Banyak dari mereka adalah anak-anak muda dengan penampilan yang trendi, baik busana maupun gaya rambutnya. Bagi mereka, tak ada gengsi-gengsian. Apalagi menjadi PKL tampaknya memiliki gengsi tersendiri sehingga mereka tampil percaya diri. Mereka membentuk komunitas yang rapat dan kompak sehingga mampu untuk maju bersama.
Para penjaja makanan di sepanjang trotoar di Thailand biasanya akan menutup lapaknya pada sekitar pukul 23.00. Dan kalau dihubungkan dengan bagaimana mereka berpenampilan, ada sesuatu yang dahsyat kalau kita mencermati mereka. Bayangkan, seusai berjualan, para PKL, khususnya yang perempuan masih menyempatkan diri untuk membersihkan kuku, tangan dan kakinya (manicure dan pedicure). Hmm..
 
Tentu saja bukan cuma soal makanan saja yang menarik di Bangkok. Beberapa tempat yang sering direkomendasikan, baik oleh orang-orang yang pernah ke sana maupun agen wisata, antara lain Grand Palace (salah satu istana raja dengan bangunan khasnya yang dilapisi dengan emas dan potongan kaca), patung Sleeping Buddha Wat Poo yang berukuran besar, Kuil Wat Arun (dan beberapa kuil lain), pasar-pasar terapung, dan peternakan buaya di pinggiran kota (Samut Prakan). Semua itu menjadi ikon wisata Bangkok.
Selain tempat-tempat itu, ada satu lokasi yang seolah-olah ”wajib” didatangi. Yakni, Patpong, suatu lokasi wisata malam yang menjadi lokomotif penggerak utama industri pariwisata Thailand sejak lama.
Kehadiran sungai Chao Phraya yang terkenal sebagai River of Kings (Sungai Para Raja) yang membelah kota Bangkok mempunyai makna tersendiri bagi perekonomian dan mata rantai ekosistem yang sangat beragam. Sungai tersebut mengalir dari utara ke selatan dan bermuara di Teluk Thailand. Untuk perbandingan saja, lebar sungai tersebut mungkin sekitar 8 hingga 10 kali lebar sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Ini estimasi kasar karena sungai Banjir Kanal dari hari ke hari terus menyempit.
Betapa pentingnya sungai tersebut bagi kota Bangkok. Tak hanya untuk transportasi air, sungai tersebut juga memiliki arti yang sangat penting untuk perekonomian. Lihat saja, dari pagi hingga malam dan kembali ke pagi lagi tanpa pernah terputus, aktivitas ekonomi dan lingkungan senantiasa mengalir bersamaan dengan arus air ke laut.
Kapal tongkang yang menyemut berarak-arak mengangkut beras dari lumbung-lumbung padi, buah-buahan serta hasil bumi Thailand lainnya untuk dikapalkan. Ada juga arak-arakan tongkang yang mengangkut pasir dan tanah kerukan delta dari muara melawan arus aliran sungai, dan juga ratusan tongkang minyak. Itu masih ditambah lalu lalang kapal penumpang yang beragam jenisnya, dari feri sampai jukung kecil. Yang pasti, ada banyak hal yang bisa kita nikmati di Bangkok.
 

Perjamuan di Atas Sungai
Wisatawan yang memanfaatkan Sungai Chao Phraya sebagai objek wisata sangat bervariasi, bahkan boleh dikatakan segmentasinya beragam. Yang jelas dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari golongan bawah hingga yang jetset.
Dari mata hari terbit hingga terbenam sungai tersebut banyak diseberangi untuk wisata ke objek-objek yang berada di kanan dan kiri sungai seperti Wat Arun, Wat Poo dan Grand Palace.
Keistimewaan wisata sungai yang dikembangkan di situ terutama bisa dijumpai dengan adanya kapal pesiar yang mengarungi sungai pada siang hari.
Suasana akan semakin semarak di malam hari, khususnya di kapal pesiar. Banyak penyedia jasa wisata yang membuka layanan makan malam (gala dinner) di atas kapal pesiar sekaligus melakukan penjelajahan sungai dengan kapal tersebut. Perjalanan malamdi atas perairan di tengah-tengah kota Bangkok sembari menikmati angin Siam pasti memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi yang mengalaminya.
Kebetulan saya mendapat undangan gala dinner bersama sekitar 20 orang di kapal pesiar Bangkok Riverside. Kapal itu lumayan mewah. Bentuknya seperti Titanic dengan tiga dek dan geladak. Tak hanya berfungsi sebagai kapal, ini juga merupakan restoran terapung yang bisa memuat sekitar 500 orang. Malam itu, perjalanan menjelajahi Chao Phraya dimulai pada pukul 19.00 dan akan berakhir pada 21.00 waktu setempat. Begitu banyak kapal pesiar yang berfungsi sebagai restoran apung di perairan tersebut.
Selama berjalan itu, setidaknya ada 10 kapal pesiar yang berpapasan dengan kapal yang kami tumpangi. Itu belum menghitung restoran apung yang lebih kecil. Kalau setiap hotel di tepi Chao Phraya mempunyai 1 atau 2 kapal pesiar untuk mengangkut tamu-tamunya, hitung saja berapa. Padahal jumlah hotel di situ puluhan.
Jadi, begitu padatnya arus lalu lintas sungai Chao Phraya. Berapa kira-kira uang yang masuk dari tempat itu? Mungkin dalam sehari bisa mencapai miliaran baht. Itu kemungkinan yang masuk akal.
Sebab, saya melihat setiap kapal yang berpapasan dengan kapal kami selalu penuh orang. Jadi, memang begitu hebatnya jaringan kerja para pebisnis wisata di Bangkok dalam menggaet tamu-tamunya. Bagaimana dengan Indonesia yang jelas-jelas memiliki ratusan sungai besar dan kecil dan tak kalah menariknya dengan Chao Phraya? Ini tantangan bagi kita, khusus dalam pengembangan wisata air.
 


sumber: Kaskus
(untuk dokumentasi pribadi)
and you know what, I'm super excited to be there in this September 2012! :D

Friday, August 6, 2010

Trip to Tidung Island

Setelah melalui perencanaan selama hampir 6 bulan, dengan sekian banyak perubahan personil dan sebagainya, AKHIRNYA gue dan teman-teman berhasil juga menapakkan kaki ke salah satu dari sekian banyak pulau di Kepulauan Seribu, yaaaa seperti yang sudah disebutkan dengan amat sangat jelas di judul tulisan gue kali ini, Pulau Tidung.


Dari yang awalnya direncanakan pergi bersama (sebut saja) geng, yang terdiri dari 7 orang, akhirnya anggota geng yang ikut cuma DUA ORANG (gue dan Andini Hadiyanti), saudara-saudara! Tapi yah sudahlah yaaaa~ Perjalanan kemarin diikuti oleh 13 orang, 11 cewe dan 2 cowo. Padahal harusnya 14 orang, tapi yang 1 ketinggalan karena telat :’(


Hari sebelum keberangkatan, 4 orang teman menginap di rumah gue, dikarenakan letak rumah gue lebih dekat menuju pelabuhan Muara Angke dibanding dari domisili mereka. Perjalanan ke rumah gue begitu panjang dan cukup melelahkan. Ditambah beberapa teman ketinggalan kereta! Gosh! Setelah semua tiba di rumah gue, belanja sedikit, makan malam, dan mandi. Kamipun memutuskan untuk segera beristirahat, secara besok paginya harus berangkat subuh gitu loh. FYI: kata orang-orang, kapal dari pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Tidung berangkat pukul 7an pagi.


Tapi oh tapi, gue dan seorang teman ga bisa tidur, kami ngobrol-ngobrol, online, ngaskus, bahkan sempet narsis mengabadikan kami yang mengenakan piyama sama malam itu, sekalian ngetes kamera plus bikin iri yang gak ikutan, hehehe. Karena malam itu gue juga ngetes kamera dalam bak (FYI: kameranya waterproof loh — pamer mode: ON), jadi talinya basah, dan gue lepas dari kamera untuk dikeringkan dengan hembusan angin AC.

It's me and Andien


Perjalanan diawali tanggal 4 Agustus 2010, kami berlima naik taxi dari rumah gue sekitar jam setengah 7 pagi, dengan ongkos sebesar Rp. 32.000,-. Singkat cerita, kami ber-13 tiba di pelabuhan dan segera masuk ke kapal yang akhirnya berangkat pukul 7.40-an.


Awalnya gue berniat tidur di kapal, tapi posisinya sangat tidak pewe, gerah karena sinar matahari begitu terik menyinari tempat gue duduk, suara mesinpun sangat tak mau berkompromi, kemabukan gue akan lautpun semakin menjadi-jadi. Akhirnya gue dan seorang teman memutuskan untuk naik ke atas kapal untuk melihat pemandangan dan mencari sedikit angin. Ketika gue mengeluarkan kamera di dalam kapal, barulah gue sadari bahwa tali yang ingin gue keringkan semalam itu tertinggal! :’( Tapi yasudalah, jika tak ditemukan tali apapun yang bisa menggantikannya, pinjam tali dari kamera teman saja ketika ingin berfoto dalam air.


Ternyata keadaan di atas kapal lebih baik daripada di bawah, tempat kami duduk. Kami berduapun foto-foto di atas, dan kebetulan ketemu rombongan dari kampus yang sama, kamipun minta difotoin ditawarin foto berdua, masa' iya nolak? HAHA! :D

narsis di atas kapal

Tak lama kemudian, kita berdua pun turun karena harus bayar ongkos kapal seharga Rp.33.000,-/orang. Setelah itu, kami akhirnya naik lagi, melihat pemandangan yang sejauh mata memandang cuma ada langit dan lautan. Tanpa terasa, setelah 2 jam lebih perjalanan, kami tiba di Pulau Tidung! YAY! Akhirnyaaa~


Seturunnya dari kapal, kami segera menuju Losmen Lima Saudara milik Pak Hamid, yang katanya berjarak kurang lebih sejauh 300 m dari kantor lurah. Siang itu di Tidung amat sangat terik, ditambah barang bawaan kami bak orang mau mudik, membuat kami merasa perjalanan siang itu amat sangat jauh.


Setelah tiba di losmen, kami menaruh barang-barang, bergantian ke toilet yang cuma 1, makan siang, tidur siang, nonton TV yang acaranya Keong Racun semua! *sigh* Penginapan itu sebenarnya berkapasitas untuk 6 orang seharga Rp. 300.000,- dan dikenakan biaya Rp. 25.000,-/orang untuk selebihnya, jadi seharusnya kami membayar (Rp. 300.000,- + Rp. 175.000,- =) Rp. 475.000,-. Namun karena kebaikan si Pak Hamid, dan kebetulan hari itu adalah weekdays, maka dia memberri kami potongan harga, kami hanya perlu mebayar Rp. 400.000,-. Pak Hamid, baik ya? LOL~


Makan siang hari itu dibandrol seharga Rp. 15.000,-/orang sama si ibu penduduk setempat yang menawari makanan ke penginapan kami, karena kami capek bin malas untuk keluar lagi, ditambah kelaparan, akhirnya mengiyakan saja tawaran si ibu. Begitu makanan diantar, awalnya kami agak kecewa, kurang worthed rasanya dibanding harganya yang kalo di kantin kampus kami uda bisa makan hedon. Tapi yasudalah dimakan saja yah, pantang mengeluh kalo kata Terapi Kemiskinan ala Pak Hamid. :P *gak ngerti yah? yasudahlah lupakan saja*


Kira-kira pukul 2 siang kami berjalan keluar penginapan, niatnya sih jalan-jalan ke Tidung Kecil, main air di pantai, sambil nunggu sunset di jembatan cinta. Yak! Benar-benar berjalan, dengan jarak tempuh lebih dari setengah pulau, boook! Tentunya kami tak lupa mengabadikan potret perjalanan PANJANG kami dalam camdig, buar gerah tetep narsis euy!

cheese!

Lanjut jalan, *hosh hosh* akhirnya nyampe juga ke jembatan cinta, jembatan yang menyambungkan antara Tidung Besar (tempat kami bermalam) dan Tidung Kecil. Spot yang menyuguhkan pemandangan lautan sebiru langit dan pasir seputih awan *eyaaaa lebay* serasa menghapus rasa lelah kami yang telah berjalan (sekali lagi) amat jauh. Sebelum melewati jembatan, foto-foto dulu dong pastinya, hihiihi. :3

aku suka pantainya :3

Naik jembatan, foto lagi pastinya! Haha, mungkin ada kali ya setiap berapa meter sekali jepret beberapa foto. Pemandangannya yang amazing, wonderful, awesome, beautiful, marvelous, dan sebagainya *bingung harus mengungkapkan dengan kata apa lagi sih saking okenya!* sangat menarik hati siapapun yang melihat untuk mengabadikannya deh.

di depan jembatan cinta <3

pake topi pinjeman :P

lompat di atas jembatan, aheyy :D

Kami berjalan-jalan, berlompat-lompat, berfoto-foto, berpanas-panas, dan berkagum-kagum di atas jembatan cinta selama lebih dari 1 jam (mungkin). Dengan tibanya di ujung jembatan, kamipun tiba di Tidung Kecil, dikawal oleh dua orang anak SD, Fitri dan Sana, warga setempat yang sebelumnya sempat berdialog singkat dengan gue.

Sana : Mau ke mana, kak?

Amel : Ke sana tuh. * nunjuk Tidung Kecil*

Sana : Ikut yah, kak.

Amel : Boleh!

Gue pikir, mereka hanya 2 anak yang ingin mencari teman bermain karena bosan sepulang sekolah. Tampang merekapun seperti anak-anak pada umumnya, gak ada tampang jahat. Mana mungkin gue bilang “Gak boleh ikutan, dek!”. Secara ini kan pulau mereka, tempat di mana ibu mereka mbrojoli mereka, toh. Yaaaah hitung-hitung sekalian nemenin mereka main dan mereka nemenin kami keliling pulau gitu deh. Ini dia penampakan kedua anak itu.

Fitri dan Sana

Sesampai di Tidung Kecil, kami juga foto-foto, sayangnya air sedang pasang, jadi kami tak berani ambil resiko untuk terus menyusuri pasir di pinggir laut yang hanya selebar 1 meteran mungkin, takut air semakin pasang & kami ga bisa balik *amit-amit!*. Setelah berfoto sebentar, kami memutuskan untuk kembali ke jembatan cinta, tanpa tujuan yang jelas dan pasti atas apa yang akan kami lakukan selanjutnya setelah gagal bermain air di pinggir pantai yang kata kedua anak itu bernama Pantai Gadis.

Setibanya di jembatan cinta, lagi, kami mureeeeh melihat rombongan lain ber-bananaboat-ria, akhirnya kami memutuskan untuk menunggu sunset sambil main banana boat juga deh. Nah di sini si kedua anak SD itu mulai nyebelin, mereka mau ikutan banana boat, yah you know lah, minta dibayarin. Aduh dek, kayak gak tau kantong mahasiswa aja yah, ckckck. Awalnya cuma ngomong kayak anak kecil pada umumnya, “mau dong, kak!”, tapi kok rasanya makin lama makin nyebelin yah, setengah ngedesak gitu. Akhirnya kami jadi males deh sama mereka, kirain mah mereka ngintilin kami karena emang mau sekedar jalan-jalan aja, ternyata oh ternyata, ada udang di balik batu! Di saat itulah kami mulai bete sama mereka. Akhirnya dengan rasa yang awalnya gak enak sampai beneran kesel, kami tetap banana boat-an tanpa mempedulikan rajukan mereka. :P Dikarenakan beberapa alasan, 2 orang teman kami tak ikut naik banana boat, jadi hanya kami ber-11 yang naik, seharga Rp. 300.000,-/11orang.

pose di atas banana boat

Setelah ber-bananaboat-ria, kami melihat sunset dan berfoto-foto, lagi. Lalu berjalan pulang ke penginapan dengan menahan rasa kedinginan akibat nyebur-pasca-bananaboat, tentunya. Foto sunset di kamera gue cuma 1, karena kamera lowbatt dan sayangnya agak blur! :( Kebanyakan foto sunset ada di kamera teman dan akan gue update menyusul di sini.

Setelah kembali ke penginapan, kami segera mengantri giliran untuk mandi. Kamar mandi cuma 1 gitu lohhhh. Selesai mandi, kami segera melahap BBQ yang udah dipanggangin, ikan baronang dan cumi goreng tepung. Lalu kami nonton TV dan main kartu, gak mau kalah berisik sama kamar sebelah yang berisiknya minta ampun. Malam itu, gue benar-benar teler karena kurang tidur dan terlampau lelah, maka gue tidur dengan amat sangat nyenyak, tanpa mimpi dan tanpa mendengar suara apapun, padahal kata teman-teman, ketika tidur, mereka mendengar suara tetangga (yang isinya cowo-cowo) pada main kartu dengan taruhan yang suaranya menggelegar amat heboh, ditambah kucing di depan losmen yang berantem dan suaranya sangat annoying.


Paginya kami bangun, beberapa di antara kami sarapan popmie, nasi uduk, roti, susu, tapi gue hanya melahap cookies karena gak napsu makan. Selesai sarapan, cuci muka, sikat gigi, dan packing untuk sekalian pulang, kami menuju Hasbi Group, tempat kami menyewa perahu dan peralatan snorkling. Perjalanan kami pagi itu ditemani rintik hujan, namun hujan itu tak menjadi halangan bagi kami untuk snorkling! :P


Setelah mencoba sepatu katak dan peralatan snorkling lainnya, kami segera menaiki kapal menuju Pulau Karang Beras dan Pulau Aer untuk bersnorkling. Peralatan snorkling seharga Rp. 35.000,-/orang, dan biaya sewa perahu seharga Rp. 400.000,-. Perjalanan menuju pulau-pulau tersebut tidak sebentar, maka untuk mengusir mati gaya, kami berfoto dengan perlengkapan snorkling doooong.

Syukurnya kamera yang gue bawa kala itu adalah kamera yang waterproof! :D Jadi, kami bisa mengabadikan kegiatan kami di dalam laut dan sedikit potret pemandangan di dalam air, hehehehee.

snorkling time!

Ini beberapa ikan yang beruntung sempat terpotret.

Terumbu karang di dasar laut cukup beragam loh, bahkan ada yang berbentuk LOVE! So sweet, unyuuu~ unyuuu~

Setelah snorkling, kami menuju Pulau Pramuka untuk mandi, makan siang, dan naik kapal untuk kembali ke pelabuhan Muara Angke. Di sana kami mandi di tempat pemandian umum seharga Rp. 2000,-/orang. Kemudian makan nasi goreng telur seharga Rp. 7.000,- dan es teh manis seharga Rp. 3.000,-. Setelah makan, beristirahat, dan beberapa teman sholat, kami menuju kapal untuk pulang, tentunya dengan ongkos yang sama dengan saat pergi, yaitu Rp. 33.000,-.


Di dalam kapal selama perjalanan pulang, gue mencoba tidur, tapi sangat amat tidak nyenyak, suara mesin jauh lebih berisik, posisi duduk jauh lebih gak pewe, panas terik siang bolong pula! Maka gue hanya berusaha memejamkan mata saja dan berharap agar tidak mabuk laut, lagi.


Tiba di pelabuhan Muara Angke, gue dan beberapa teman segera anik angkot B-01 menuju Grogol, yang ternyata seharga Rp. 5.000,- yang kata si abangnya + Rp. 1.000,- karena naiknya dari dalam pelabuhan jadi harus bayar. Ntah kami dibohongi atau tidak, karena dari yang kami baca di internet, angkot itu hanya seharga Rp. 4.000,-/orang sampai ke Grogol. Tapi yasudalah, kaminya juga sudah cukup lelah.


Setelah turun dari angkot B-01 di Grogol, saya berniat naik metromini menuju lampu merah Biak, saya tak ingat betul nomor metromini yang harus saya naiki, akhirnya saya naik 92, DAN TERNYATA saudara-saudara! Setelah bertanya ke si bang kenek, saya baru sadar kalau salah naik, harusnya saya naik 91! Maka saya turun di tengah jalan melewati macetnya daerah roxy beserta panasnya kota Jakarta lengkap dengan polusi yang tak-perlu-didefinisikan-lagi-kau-pasti-tahu, dan harus jalan kembali ke tempat awal saya naik si 92 itu! Karena merasa tak enak dengan si kenek kalo gak bayar, akhirnya saya bayar saja Rp. 1.000,-, padahal di kenek sih bilangnya bayarnya ya suka rela saja.


Setelah berjalan menuju tempat saya salah naik sebelumnya, beberapa kali metromini 91 lewat begitu saja di depan saya, gak ada yang berhenti. Tapi akhirnya saya naik juga, membayar Rp. 2.000,- setelah beberapa lewat begitu saja dan gue sudah tak kuasa untuk mengejarnya saking berat barang bawaan dan lelahnya diri ini. Turun di lampu merah Biak, sedikit berjalan, saya naik ke mikrolet M-10 menuju Jembatan Lima dan membayar lagi seharga Rp. 2.000,-.


Perjalanan kali ini memang lebih murah dibanding perjalanan saya sebelumnya dengan rombongan lain yang menggunakan paket, selain karena kami backpacker-an, nampaknya ini juga dikarenakan kami pergi pada saat weekdays. Berikut rincian pengeluaran saya selama 2 hari tersebut.


- ongkos taxi (32rb / 5 org) : 6500
- ongkos kapal PP (33rb x 2) : 66000
- makan siang + BBQ (150rb+100rb / 13 org) : 20000
- penginapan (400rb / 13 org) : 30000
- banana boat (300rb / 11 org) : 27500
- sewa kapal (400rb / 13 org) : 31000
- snorkling : 35000
- mandi : 2000
- makan + minum : 10000
- angkot pulang : 10000
TOTAL Rp. 238.000,-

Ada beberapa pelajaran yang bisa gue petik dari petualangan kali ini:

1. Jangan lupa bawa tali kamera.

2. Jangan mudah percaya dengan tampang polos anak-anak.

3. Pergi pas weekdays lebih murah.

4. Sebelum naik angkot, tanya dulu biar gak salah naik.


Sekian dulu cerita gak jelas dari gue. Ntah kenapa gue tulis tentang perjalanan kali ini, tumben sekali loh, mungkin supaya selalu terkenang, hheehehe. Sampai jumpa di tulisan gue selanjutnya yaaaa! :)